Metode Sentra di TK Islam Permata Cendekia (Bagian 3)

 


Kenapa harus metode sentra??

Metode Sentra merupakan paradigma baru di bidang pendidikan. Kita mungkin sudah terbiasa dari kecil dengan sistem pembelajaran klasikal. Pada prinsipnya metode sentra berbeda dengan metode konvensional/klasikal. Dalam pembelajaran dengan Metode Sentra, kurikulum tidak diberikan secara klasikal, melainkan individual, disesuaikan dengan tahap perkembangan masing-masing anak. Maka, jumlah murid dalam satu kelas dibatasi, maksimal 10 sd 12 anak. Basis pembelajaran adalah bermain sambil belajar. Suasana belajar-mengajar dibangun untuk memberikan rasa nyaman dan menyenangkan.

Untuk mencapai suasana tersebut, guru bersama murid duduk dalam lingkaran atau U-shape, supaya posisi mata guru sejajar dengan mata para murid, sehingga tidak ada jarak. Materi ajar dikomunikasikan secara interaktif dan kongkret, dengan menempatkan murid sebagai pusat pembelajaran. Guru pun menyapa para murid dengan sebutan “teman.” Ketika memasuki kelas, guru tidak datang dengan sikap “akan mengajar apa kepada anak hari ini” melainkan “aku akan belajar apa dari anak hari ini.” Metode ini membangun “kecerdasan majemuk” secara bersamaan dan berimbang: kecerdasan logika-matematika, bahasa, tubuh (kinestetik), ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial (interpersonal), musik. Seluruh potensi kecerdasan itu dibangun melalui sentra-sentra bermain yang meliputi tiga jenis main: main pembangunan, sensorimotor dan main peran.

Dengan menerapkan metode sentra ini diharapkan semoga banyak hal positif yang dapat dirasakan anak didik, guru, maupun orang tua. Bagi anak didik, mereka menjadi lebih leluasa dalam membuat pilihan dan terbiasa sejak dini untuk mampu mengambil keputusan, selain itu meningkatkan kemampuan bersosialisasi karena dengan kelas yang berpindah, anak didik akan bertemu guru yang berbeda setiap hari, selanjutnya juga dapat melatih empati, mengontrol emosi, dapat berbagi mainan dan media. Bagi guru, tantangan untuk memperdalam kemampuan mengajar sentra semakin terbuka dan berkembang setiap saat.

Anak-anak dirangsang untuk berani mengekspresikan diri dengan baik melalui lisan/berbicara, tulisan dan gambar. Selama pembelajaran guru melakukan komunikasi interaktif dengan menggunakan bahasa Indonesia yang  baik dan benar, untuk melatih kemampuan dan kemandirian anak dalam menyampaikan ide/hal yang ingin ia sampaikan baik secara lisan, tulisan maupun coretan gambar. Tolak ukur keberhasilan lulus TK adalah kemandirian, keberanian mengungkapkan dan menyampaikan, mulai menunjukkan karakter baik dan kesiapan memasuki sekolah dasar.

 


Metode Sentra di TK Islam Permata Cendekia (Bagian 2)

 



Tema dalam Metode Sentra

Pengalaman-pengalaman main dibingkai dengan tema, yang berfungsi untuk mengikat berbagai pengetahuan dan konsep-konsep dasar yang dialirkan secara terstruktur pada anak. Dengan demikian, perencanaan guru sesungguhnya sudah dimulai sejak sebelum awal tahun belajar, saat merumuskan secara komprehensif Materi Tema, Sub Tema, dan Sub-sub tema. Setiap tahun, satuan-satuan tema, strukturnya, dan substansinya dievaluasi berdasarkan hasil observasi harian atas penyerapan Materi Tema.

Ya, fungsi fasilitator pembelajaran juga mencakup tugas mengobservasi perkembangan setiap anak secara individual. Secara garis besar, observasi yang dilakukan guru meliputi pembangunan sikap-sikap, pembangunan kecerdasan majemuk (multiple intelligences), pemenuhan tiga jenis main, dan kemajuan dalam tahap perkembangan. Hasil observasi dituangkan dalam tabel observasi harian, dan pada akhir semester ditransformasi ke dalam peta perkembangan anak.

Untuk dapat menjalankan semua fungsi itu dengan benar dan efektif, setiap guru memerlukan proses belajar, berlatih dan praktik secara bertahap dan berkesinambungan. TK Islam Permata Cendekia terus menerus melakukan evaluasi secara periodik baik kurikulum, metode dan proses yang telah dilaksanakan.

Sentra-sentra di TK Islam Permata Cendekia

Ada beberapa sentra yang diterapkan di TK Islam Permata Cendekia yaitu Sentra Imtaq, Sentra Balok, Sentra Bahan Alam, Sentra Main Peran, Sentra Seni, Sentra Persiapan dan Sentra Olahraga & Panahan. Namun semenjak negara api (baca Pandemi COVID-19) menyerang, TK Islam Permata Cendekia mengurangi jam belajar, sehingga tidak semua sentra dapat dilaksanakan. Semoga setelah pandemic berakhir, semua sentra dapat dibuka Kembali.

Ada tujuh sentra yang disediakan agar anak-anak bisa bermain gembira dan mendapatkan banyak pilihan kegiatan:

  1. Sentra Persiapan (membangun kemampuan keaksaraan, membaca, menulis dan berhitung);
  2. Sentra Balok (merangsang kemampuan konstruksi, prediksi, presisi, akurasi, geometri, matematika);
  3. Sentra Seni (membangun kreatifitas, sensori motor, kerjasama);
  4. Sentra Bahan Alam (membangun sensori motor, fisika sederhana, pemahaman akan batasan dan sebab-akibat);
  5. Sentra Main Peran (mambangun imajinasi, daya hidup, adaptasi, kemandirian, kebahasaan, kepemimpinan, keberanian berbicara); serta
  6. Sentra Imtaq (mendekatkan anak kepada amalan keshalihan dan mengenal penciptanya).
  7. Sentra Olahraga & Panahan (melatih motorik kasar, fisik motorik dan fokus). 

Metode Sentra di TK Islam Permata Cendekia (Bagian 1)



Yang perlu kita pahami dalam mendidik anak adalah dunia anak adalah dunia bermain, oleh karenanya maka sistem pembelajaran anak-anak tentu berbeda dengan sistem pembelajaran orang dewasa. Menggali seluruh potensi dan daya kreasi anak sangat penting untuk dilakukan sebagai bekal di masa mendatang, tetapi jangan sampai mematikan potensi lainnya yang dimiliki si anak. Cara belajar yang menyenangkan, tidak tertekan dan merdeka belajar wajib diterapkan kepada anak-anak. Yang kedua pembentukan akhlak dan karakter dimulai dari masa kanak-kanak, dan harus dibiasakan sejak dini. Pembiasaan ini akan membuahkan hasil jika dilakukan secara konsisten, teratur, terus menerus dan berulang-ulang. Biasanya akan terlihat di usia SD.

Maka untuk melangkah menuju sekolah yang baik dan benar, TK Islam Permata Cendekia (TK Percen) mulai menggunakan model pembelajaran sentra atau BCCT (Beyond Centre and Circle Time) mulai tahun 2016 dengan berbasiskan pengamatan kecerdasan majemuk (multiple intelligence) dan pemeriksaan kecerdasan STIFIN.

Metode Sentra atau Beyond Centers and Circle Time (BCCT) adalah model kurikulum pendidikan anak usia dini yang dirancang oleh Pamela C. Phelps, Ph.D., seorang pendidik yang telah 40 tahun lebih menekuni bidang pendidikan anak usia dini. Phelps mengembangkan BCCT di lembaga pendidikan dan penelitian Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT), Tallahassee, Florida, Amerika Serikat. Di dalam lembaga itu, ia mengelola Creative Pre-School, yang sejak tahun 1989 ditetapkan sebagai sebuah model negara bagian dan kemudian nasional sebagai sekolah usia dini inklusif, yang dapat melayani anak-anak berkebutuhan khusus.

Metode Sentra atau BCCT dirancang untuk memenuhi kebutuhan tiga jenis main sebagai modal belajar anak usia dini. Ketiga jenis main yang dibutuhkan anak usia dini itu adalah main sensorimotorik, main pembangunan, dan main peran (Sara Smilansky, 1992, dan Charles H. Wolfgang, 1991). Pemenuhan kebutuhan ketiga jenis main dijalankan secara terpadu dan terukur sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Ketiga jenis main itu disediakan di dalam Sentra-Sentra.

Konsep dari metode ini intinya merupakan pendekatan yang berpusat pada anak, yaitu anak ditempatkan sebagai subyek pembelajar yang menentukan dari mana dan dengan siapa ia akan belajar. Walaupun demikian, pada setiap anak mulai ditanamkan sikap bertanggung jawab, yang tertuang dalam prosedur kerja yang menjadi aturan dalam setiap kegiatan yang dilalui. Kelima prosedur kerja itu adalah memilih pekerjaan, bekerja tuntas, lapor, dan beres-beres.

Setiap hari, setiap guru Sentra menyediakan rangkaian aktivitas main selama satu hari belajar bagi anak-anak. Rangkaian aktivitas itu harus direncanakan dengan matang agar dapat memfasilitasi proses pembangunan kemampuan anak secara menyeluruh sesuai dengan tahap-tahap perekembangannya. Pembangunan kemampuan itu mencakup psikomotor, afeksi, kognisi, sosial, ystem, dan estetika. Dalam merencanakan pengalaman main, guru memperhatikan dengan teliti kecukupan jumlah aktivitas main (densitas) dan lama proses bermain (intensitas).

Selama anak bermain atau beraktivitas, guru menjalankan fungsinya sebagai fasilitator yang memberi pijakan-pijakan (scaffolding) yaitu dengan memberikan pijakan pada siswa sebagai landasan kegiatan pada hari itu:

1.  pijakan pengalaman sebelum main, yang berisikan kesepakatan yang dibuat sebagai aturan saat bermain (belajar),

2.   pijakan pengalaman saat main dalam kegiatan ini guru bertindak sebagai observer yang mengamati dan memantau tingkah laku dan kosakata saat anak bermain,

3.   pijakan pengalaman setelah main, dalam kegiatan ini anak didik membereskan ystem alat main yang telah digunakan. Lalu, diadakan recalling (mengingat ystem) anak didik menceritakan pada guru kegiatan apa yang telah dilaksanakannya.

Dengan demikian, bentuk aktivitas guru adalah indirect teaching. Dalam fungsi ini, guru harus cermat memutuskan kapan saat yang tepat, dalam situasi seperti apa, dan seberapa jauh melibatkan diri atau memberikan feedback pada proses bermain(belajar) anak. Dengan pendekatan ini, tiap-tiap kelas juga berfungsi sebagai sentra. Siswa akan memasuki sentra-sentra setiap hari dengan sistem rotasi/berpindah kelas.


Daftar Pustaka

Fauzi, A., Winata, W., & Ansharullah, A. (2021). PENGEMBANGAN KARAKTER KEPEDULIAN MELALUI KURIKULUM “SENTRA” DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ADDIE. Instruksional2(1), 64-69.

Lindberg, E. K. (2015). Preschool creative drama: a curriculum and its effects on learning.

Yetti, E., & Ruqoyah, A. (2016, December). Influence Of Learning Model Beyond Centers And Circle Times (Bcct) And Independence The Creativity Of Children Ages 5-6 Yeart. In ISQAE 20165 INTERNATIONAL SEMINAR ON QUALITY & AFFORDABLE (p. 207).

Ruqoyah, A. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Beyond Centers and Circle Times (BCCT) dan Kemandirian Terhadap Kreativitas. Jurnal pendidikan usia Dini10(1), 81-98.