Menjadi Kaya Dengan Sedekah

Semua berawal dari perkataan teman tentang sedekah. Dia bercerita tentang Ustad Yusuf Mansur yang menganjurkan sedekah untuk mendapatkan tujuan kita. Dalam kondisinya, dia ingin segera menikahi tambatan hatinya namun kekurangan biaya. Ia pun mulai bersedekah berdasarkan jumlah nominal uang yang ia perlukan untuk membuat resepsi pernikahan nanti.
Karena penasaran dengan Ustad Yusuf Mansur yang telah membuat teman saya sangat terinspirasi itu, saya pun segera mencari informasi tentang Ustad Yusuf Mansur. Ternyata saya menemukan film ‘Kun FayaKuun‘ yang dibuat oleh Ustad Yusuf Mansur. Film ini bercerita tentang kehidupan seorang tukang kaca yang jauh dari mencukupi, namun tukang kaca itu tidak berputus asa dari rahmat Allah dan ia tetap bersedekah meskipun kekurangan.
Film ini sangat menginspirasi saya sehingga malam itu juga saya memutuskan besok pagi saya akan naik bis ke kantor agar bisa membeli banyak barang yang ditawarkan ke saya di dalam bis dengan maksud sedekah. Alhamdulillah, baru saja berniat seperti itu, besok paginya saya diajak meeting mendadak oleh seseorang dan dari pembicaraan kami telah lahir sebuah peluang yang nilainya ratusan kali lipat dari jumlah yang saya niatkan untuk sedekah. Subhanallah, baru niat saja sudah seperti itu! Saya pikir ini kebetulan, tapi waktu mendengarkan testimoni ibu ini di YouTube, saya yakin ini bukan sekedar kebetulan.
Saya semakin penasaran dan membeli buku dengan judul ‘The Miracle of Giving‘ yang ditulis oleh Ustad Yusuf Mansur sendiri. Di dalam buku itu, disebutkan dalam Al-Qur’an Surat 6:160, Allah menjanjikan balasan 10x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik. Bahkan di dalam Al-Qur’an Surat: 2: 261, Allah menjanjikan balasan sampai 700 x lipat.  Selama ini terus terang saya nggak menyadarinya. Insya Allah sedekah terus saya lakukan, tapi saya nggak pernah ‘menghitung’ dan mengharapkan apa yang akan saya dapatkan nanti dari Allah. Saya tidak menghubung-hubungkan rejeki yang saya terima dengan sedekah yang saya lakukan, padahal itu berkaitan erat!
Di dalam buku ini, Ustad Yusuf Mansur berkata, apa yang sudah kita ketahui ini akan menjadi ilmu buat kita. Sehingga jika kesusahan dalam hal finansial, nggak susah-susah minta tolong orang lain, tapi langsung minta tolong kepada Allah. Karena sadar dengan hal ini pun, saya jadi berusaha untuk sedekah dengan lebih baik dan terencana.
Beberapa tips menjadi kaya dari masukan Ustad Yusuf Mansur:
  1. Shalat Dhuha 4 rakaat (dilaksanakan dalam 2 rakaat – 2 rakaat) dapat membuka pintu rizqi
  2. Meminta pada Allah saat Shalat Tahajjud
  3. Memelihara dan memberi makan anak yatim
  4. Sedekah 10% dari penghasilan, karena 2,5% saja tidak cukup
  5. Sedekah 10% dari jumlah yang diinginkan. Dengan konsep ini, jika kita ingin membeli rumah seharga Rp 100 juta, maka kita harus bersedekah sekitar Rp 10 juta terlebih dahulu. Karena beginilah matematika sedekah menurut Ustad Yusuf Mansur
    10 – 1 = 19
    Dalam matematika biasa memang 10 – 1 adalah 9. Namun karena Allah menjanjikan balasan 10x lipat, maka minimal kita akan mendapatkan 19. Jika perhitungan dilanjutkan maka akan seperti ini:
    10 – 2= 28
    10 – 3= 37
    10 – 4= 46
    10 – 5= 55
    10 – 6= 64
    10 – 7= 73
    10 – 8= 82
    10 – 9= 91
    10 – 10= 100
    Jadi sekarang agak ‘masuk akal’ kan jika ingin beli rumah Rp 100 juta maka harus bersedekah Rp 10 juta dulu :)
  6. Tambahan dari saya mungkin bisa dicoba. Saya selama ini bersedekah untuk sesuatu yang sifatnya dapat berlipat ganda. Misalnya, sedekah untuk pendidikan anak, sedekah untuk alat ibadah, dll, yang kemungkinan pahalanya dapat saya bawa hingga mati (karena terus mengalir).
Last but not least, kadang-kadang untuk bisa percaya, kita perlu membuktikan. Mungkin dari pengalaman sendiri sudah banyak, tapi karena nggak perhatian akhirnya kita lupa. Silahkan baca pengalaman-pengalaman orang lain yang bersedekah dan merasakan manfaatnya di situs Wisata Hati milik Ustad Yusuf Mansur. Selamat bersedekah!

Sekolah Murah Berkualitas Bisa Diwujudkan

Peran Masyarakat Dibutuhkan
Lembaga pendidikan yang murah namun kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan.
Kuncinya, pengelolaan sekolah yang baik dan melibatkan peran serta masyarakat sehingga sekolah tidak dibiarkan jalan sendiri.
Demikian terungkap dalam seminar dan workshop bertajuk “Membangun Pendidikan yang Bermutu dan Unggul” yang diselenggarakan Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda, Bekasi, bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Universitas Negeri Jakarta, Kamis (14/2).
Dewan Pembina Madrasah Nurul Huda, Hilmi Muhammadiyah, mengatakan, di Madrasah Nurul Huda di Bekasi, misalnya, murid madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah sama sekali tidak dipungut bayaran. Mereka juga tidak perlu membayar biaya sumbangan awal atau gedung. Di madrasah lain yang dibinanya, yakni Annahlah di kawasan Sawangan, Depok, juga demikian. Bahkan, selain pembebasan biaya sekolah, murid yang harus tinggal di asrama juga tidak dikenai iuran. Buku dan seragam juga disediakan.
Pengelolaan manajemen sekolah sangat penting. Hilmi mengatakan, dana pembangunan awal madrasah didapat dari wakaf dan bantuan lain.
Selain itu, agar dapat menopang penyelenggaraan pendidikan, lembaga pendidikan mendirikan pula badan usaha terpisah. Badan usaha itu murni untuk mendukung proses pendidikan, bukan mencari keuntungan.
Dengan model pengelolaan tersebut, peserta didik di madrasah itu secara ekonomi tidak mampu justru tidak dibebani pembiayaan.
Dua kriteria
Pengajar Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, T Sianipar, mengungkapkan, kriteria pendidikan bermutu dapat dilihat dari dua sisi, yakni internal, dalam hal ini dari sudut pandang penyelenggara pendidikan, dan sisi eksternal atau masyarakat.
Secara internal, pendidikan dikatakan bermutu jika siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan. Hal ini, misalnya, dapat dilihat dari nilai dan prestasi belajar siswa. Namun, secara eksternal, masyarakat akan menilai pendidikan telah bermutu jika dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Oleh Karena itu, antara masyarakat dan dunia pendidikan seperti sekolah harus ada hubungan timbal balik. Pendidikan memberikan manfaat kepada masyarakat dan sebaliknya. Hanya saja, partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan jangan disalahartikan secara sempit semata dalam bentuk dana atau bantuan uang. (INE)
Dikutip: KOMPAS, Jumat, 15 Februari 2008, HUMANIORA.
Sungguh harus diacungkan jempol dan salut kepada seseorang yang mampu mengapresiasikan dirnya kepada dunia pendidikan dengan mengelola Sekolah Murah Berkualitas. Karena jarang pada saat ini masih ada orang yang mempunyai jiwa rela berkorban bagi kemajuan dunia pendidikan bangsanya, murni untuk pengabdiannya bagi kemajuan pendidikan masyarakat tak mampu.khususnya dan bagi kemajuan dunia pendidikan bangsa umumnya, tanpa pamrih mendapatkan keuntungan materi belaka.
Semoga akan berbuah menjadi amal jariah yang akan terus mengalir tak pernah putus masuk kedalam perbendaharaan amal solehnya dan memayunginya dari azab kubur dan kepayahan di padang Mashar.
Seandainya saja banyak orang di negeri ini yang mempunyai niat dan rela berkorban dengan materi dan immateri bagi kemajuan pendidikan bangsanya, niscaya Jayalah negeri ini.

Ciri Anak Berbakat

Anak yang berbakat ternyata dapat dilihat dari cirri-ciri kesehariannya. Memang tiap anak berbeda-beda dan mempunyai bakat dan daya tangkap yang berbeda pula. Berikut ini beberapa ciri-cirinya :
CIMG2796
• Intelektual/Belajar
Mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan).

• Kreativitas
Dorongan ingin tahunya besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya serta tak mudah terpengaruh orang lain.

• Motivasi
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama, tak berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin.
Senang dan rajin belajar serta penuh semangat dan cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu, tak mudah melepaskan hal yang diyakini itu). Nah, bagaimana dengan anak anda ?

Kenapa Kita Harus Sekolah

Jer Basuki Mowo Beo”
No Pain No Gain”
Kebanyakan orang bilang kita memang harus sekolah bahkan sekolah sampai perguruan tinggi, alasannya beragam agar mudah dapat kerja sampai karena prestise (malu dong hari gini ko ga sekolah). Tapi apa benar untuk masyarakat yang multicultural seperti Indonesia kesadaran masyarakatnya telah benar-benar sadar kalau sekolah itu penting?
Kenyataannya masih banyak di Indonesia anak yang tidak sekolah. Padahal Sekolah adalah tempat pertama kalinya seorang anak belajar bersosialisasi secara formal, dan belajar untuk berkomunikasi dengan lingkungan yang baru.
Di Indonesia kemauan atau kesadaraan orang tua untuk menyekolahkan anak masih terhitung kurang, karena mereka lebih suka memperkerjakan anak mereka untuk menghidupi kebutuhan keluarga yang seharusnya menjadi kewajiban mereka.
Seperti yang di kutip dari wikipedia.com pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan — khususnya di Indonesia — yaitu:
Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Berikut ini adalah beberapa alasan kenapa kita harus sekolah:
1. Tidak bisa dipungkiri diera masa kini pendidikan formal yang biasanya ditempuh di sekolah, sekolah yang saya maksud adalah sekolah pada umumnya karena tidak dipungkiri ada orang tua tertentu yang menyekolahkan anaknya di rumah istilahnya adalah “home schooling”. Sekolah mengajarkan kita dunia baru yang mengajarkan kita bersosialisasi dengan orang lain yang tentunya baru dan asing. Untuk itu hari pertama di sekolah biasanya diramaikan dengan tangisan anak baru.
2. Sekolah mendidik kita untuk menggali ilmu pengetahuan agar setiap manusia dapat mencapai tujuan dalam hidupnya atau lebih tepat apa yang didambakan dan dicita-citakan dari kecil atau juga setidaknya menjadi manusia seperti manusia kebanyakan yang bersekolah.
3. Sekolah merupakan tempat yang memberikan peluang manusia menjadi lebih berguna bagi bangsa dan negara atau setidaknya berguna bagi keluarga karena semakin tinggi seorang manusia bersekolah tentunya peluang mendapat pekerjaan yang lebih baik.
4. Sekolah juga mendidik manusia untuk memanusiakan orang lain, mengajarkan manusia untuk mengerti dan mencintai orang lain selain dirinya sendiri karena di sekolah tentunya kita akan bertemu dengan manusia dengan sikap dan sifat yang beragam.
Jadi, meskipun biaya sekolah mahal kita tetap harus memperjuangkan setiap anak di Indonesia untuk bersekolah.

AGAR SI KECIL SEMANGAT KE SEKOLAH

Ada banyak hal yang menyebabkan Si Kecil malas ke sekolah. Dengan menemukan akar permasalahannya dan komunikasi yang baik antara orangtua dan guru, anak pun akan kembali semangat ke sekolah.

"Malas, ah. Aku enggak mau sekolah". Ucapan ini kerap terdengar dari mulut Si Kecil ketika dibangunkan pagi-pagi untuk berangkat ke sekolah. Terutama jika itu adalah hari pertamanya di sekolah baru atau hari pertama masuk sekolah lagi setelah libur panjang.
 CIMG2785 Pakar Psikologi Perkembangan Dra. Ratih Ibrahim, Psi. dari Klinik Perkembangan, Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, mengungkapkan, satu hal utama penyebab anak malas pergi ke sekolah adalah karena sekolah dipersepsikan sebagai tempat yang tidak menyenangkan. "Anak hanya mau pergi ke tempat yang menurutnya menyenangkan dan bertemu dengan orang-orang yang menyenangkan," ucap Ratih.
Menurut Ratih, empat hal yang harus dipenuhi agar anak tidak malas pergi ke sekolah, yaitu:
- Situasi dan kondisi sekolah. Apakah sekolahnya bersih, rapi, dan banyak tempat-tempat atau sarana yang menarik.
- Kegiatan. Apakah kegiatan di sekolah itu menyenangkan.
- Lingkungan. apakah orang-orang di dalamnya menyenangkan, termasuk guru dan teman-temannya.
- Waktu tepat. Apakah waktu pergi ke sekolah itu sesuai dengan jam biologis si anak.
Temukan Masalahnya
Bagi anak yang terbiasa dengan rumah yang bersih dan rapi, masuk ke sekolah yang kondisinya jelek, kotor, gelap, dan menakutkan, adalah hal yang sangat tidak menyenangkan. Baru membayangkannya saja si anak bisa langsung bilang ogah ketika dibangunkan pagi-pagi.
Itu sebabnya, orangtua perlu jeli ketika memilihkan sekolah. "Harus ada pertimbangan, termasuk kebiasaan-kebiasaan anaknya seperti apa. Memilih sekolah yang tepat itu bukan berarti gedungnya mewah atau mahal, tapi cocok enggak sekolah ini buat anaknya. SDM-nya bagaimana, guru-gurunya friendly atau enggak," jelas psikolog Indonesian Idol ini.
Selain kondisi sekolah, kurikulum dan budaya yang ada di sekolah itu juga harus diperhatikan. "Misalnya mau sekolah yang berdasarkan agama, tapi cocok enggak penerapannya ke anak? Kalau anak dibuat jadi serba takut, mungkin sekolah tersebut bukan sekolah yang tepat bagi si anak. Semua itu harus dicari tahu."
Anak juga akan merasa "tersiksa" di sekolah, jika tugas-tugas atau kegiatan yang harus dikerjakannya di sekolah ternyata dinilai terlalu sulit buat dia. Baik itu pelajaran, tuntutan, maupun pekerjaannya, karena di rumah dia belum terbiasa atau tidak pernah diajari dan dilatih melakukan hal-hal tersebut. Atau mungkin juga tugas-tugas yang diberikan memang tidak sesuai dengan tuntutan umurnya. "Anak bisa langsung enggak pede, nih. Karena enggak pede, dia jadi enggak mau ke sekolah. Apalagi kalau cara memaksa si anak melakukan sesuatu enggak cocok dengan hatinya."
Ada juga anak yang malas ke sekolah karena teman-teman barunya dinilai tidak cocok. "Misalnya, hobinya berbeda, atau dia merasa teman-temannya nyuekin dia. Ada juga teman yang galak dan suka ganggu. Atau dia sering ditertawakan, atau malah mungkin enggak punya teman sama sekali. Bisa juga dia melihat teman-temannya beda banget dan dia jadi minder. Ada banyak hal yang mungkin terjadi," papar Ratih.
Begitu juga dengan guru. Menurut Ratih, saat anak pertama kali datang ke sekolah, jika ia melihat guru yang menyambutnya tidak ramah, biasanya anak langsung menjaga jarak. Terutama bagi anak-anak yang usianya lebih kecil. Jika nanti suatu saat anak sudah merasa aman, barulah dia mau mendekat dengan gurunya. "Bayangkan kalau muka gurunya galak, menakutkan, atau judes. Anak-anak pasti langsung antipati."

PILAH-PILIH SEKOLAH BUAT SI KECIL

Sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai. Saatnya para orangtua "berburu" sekolah buat putra-putri tercinta. Ada hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih sekolah yang tepat. Apa sajakah itu?
Mencari sekolah yang tepat buat Si Kecil bukanlah perkara mudah. Banyak sekali yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pilihan. Yang paling sederhana adalah, kapan sebaiknya orangtua mulai mendaftarkan Si Kecil ke sekolah? Menurut Lara Fridani S.Psi M.Psych (Edu & Dev), tiga bulan sebelum sekolah dimulai merupakan waktu yang cukup bagi orangtua maupun pihak sekolah untuk saling menyiapkan diri dari berbagai segi. 
New Image2 "Bagi sekolah sendiri idealnya tiga bulan ini tentu bukan berarti persiapan dari awal. Tenaga pendidik, sarana dan prasarana, administratif, dan lain-lainnya harus sudah dimulai sebelumnya," papar psikolog sekaligus dosen Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Jakarta.
Bagi orangtua, waktu tiga bulan tersebut cukup memberikan kesempatan pada mereka untuk observasi ke beberapa sekolah yang akan menjadi pilihan. Termasuk mengajak anak mengenal lingkungan sekolah, memberikan informasi dan mengkondisikan anak saat masa transisi, hingga mempersiapkan dari segi biaya.
Memang benar, kini tak sedikit sekolah yang membuka pendaftaran yang terlalu cepat dan diikuti dengan penutupan yang cepat pula. Misalnya pembukaan pendaftaran enam bulan sebelumnya dan ditutup dan dua minggu. Lara berpendapat, di satu sisi hal ini menguntungkan bagi pihak sekolah untuk lebih mempersiapkan diri menyambut kehadiran anak baru. Tetapi, di sisi lain cukup membingungkan orangtua untuk menentukan pilihan sekolah bagi anak secara cepat.
KRITERIA SEKOLAH BAGUS
Setiap orangtua pasti ingin anaknya bersekolah di sekolah yang berkualitas bagus. Kriteria kualitas bagus berbeda dari satu orangtua dengan orangtua lain. Bagus bagi kita (orang dewasa) sebaiknya juga ditunjang pemahaman kita tentang sekolah yang bagus untuk perkembangan anak.
Contohnya, ada orangtua yang sangat senang jika anaknya masuk TK atau SD dimana gurunya menegakkan disiplin yang keras, aktif mendorong murid-muridnya untuk berlomba dan memperebutkan piala, mengejar target kurikulum di atas standar sehingga secara akademik si anak mendapat nilai rapor tinggi. Padahal, sistem tersebut belum tentu cocok dengan perkembangan anak.
Ditinjau dari sisi perkembangan anak, menurut Lara, sekolah yang bagus adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut :
- Sarana cukup & aman
Sekolah memiliki sarana dan prasarana yang memadai dan aman untuk anak. Ruang yang relatif permanen juga diperlukan disertai suasana sekolah yang memiliki nuansa hijau yang cukup (tidak selalu dikelilingi ruang dan tembok). Hal ini berkaitan dengan masalah fisik dan psikis anak agar merasa cukup nyaman dan segar saat belajar
- Tenaga pendidik berkualitas
Memiliki tenaga pendidik yang berwawasan terbuka (dalam arti terus belajar tentang anak, menghargai masukan atau input dari ahli pendidikan, praktisi, orangtua, dan lain-lain)
- Disiplin
Menerapkan disiplin yang bukan kekerasan
- Lingkungan kondusif
Memberikan lingkungan yang kondusif (termasuk menerapkan kerjasama atau collaborative learning untuk anak)
- Metode bervariasi
Menggunakan metode yang bervariatif dalam mengajar, dengan melibatkan multiple intelligency mereka. Sehingga tidak semata-mata mengejar target kurikulum dan mengesampingkan pentingnya proses pembelajaran tersebut.

Permainan Apa Yang Cocok Untuk Anak Saya?

Pertanyaan seperti ini sering menghampiri para orangtua, karena dengan banyaknya pilihan permainan yang ada terkadang membuat bingung apa yang baik, dan apa yang tidaCIMG2660k.
Permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangannya. Karena bermain adalah cara yang dimiliki oleh anak untuk mempelajari dunia, maka tugas kita sebagai orangtua adalah memilih aktivitas terbaik untuk mereka. Biasanya anak usia 12 bulan memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mengetahui sebuah ‘sebab-akibat’, sebuah permainan ‘hide and seek’, bersembunyi di balik kursi atau meja akan menjadi permainan yang menyenangkan bagi mereka. Bagi anak yang berusia 20 bulan, karena kemampuan fisik mereka sudah cukup baik, mereka memiliki keinginan yang kuat untuk tantangan fisik, misalnya menaiki tangga, karena itu carilah tempat yang cukup aman untuk mereka bermain dan kita tetap bisa mengawasinya dengan baik.
Berikut beberapa panduan permainan yang baik untuk anak dalam beberapa tahap.
Permainan sosialisasi.
Berinteraksi dengan orang lain amat penting untuk perkembangan terutama di tahun pertamanya. Bayi suka melihat, tersenyum, dan tertawa. Bayi yang lebih besar suka permainan peekaboo (cilukba) dan permainan dengan menggunakan lagu-lagu yang simpel.
Permainan menggunakan obyek.
Menyentuh, membanting, memasukkan ke mulut, melempar, mendorong, dan banyak hal lainnya yang akan menjadi eksperimen yang mengagumkan bagi bayi berusia 4 sampai dengan 10 bulan.
Permainan representasi dan fungsi.
Berpura-pura menggunakan alat-alat dengan caranya, misal menggunakan sisir untuk menyisir rambutnya, atau menggosok gigi dengan sikat gigi, adalah permainan imajinasi bagi anak usia 12 sampai dengan 21 bulan, karena pada usia ini imajinasi mereka mulai berkembang.
Permainan simbol.
Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak di kisaran usia 2 tahun, berandai-andai bahwa kotak sepatu adalah bis sekolah dan menirukan suara motor.
Permainan peran.
Biasanya dilakukan oleh anak usia 30 sampai 36 bulan. Pada usia ini mereka akan menjadi aktor dan aktris cilik yang hebat. Mereka berpura-pura menjadi dokter, guru, ibu, atau lainnya, dan pintar menyerap apa yang terjadi di lingkungannya.

Pentingnya Bermain Untuk Perkembangan

Bermain sangat penting untuk perkembangan anak. Dengan bermain mereka dapat mengembangkan emosi, fisik,  dan pertumbuhan kognitif nya. Bermain adalah cara bagi anak untuk belajar mengenai tubuh mereka dan dunia ini, dan pada saat itulah mereka akan menggunakan kelima indra yang dimilikinya.
“Bagaimana rasanya jika benda ini disentuh? Bagaimana bunyinya jika benda ini CIMG2726dijatuhkan? Apa yang terjadi jika benda ini dilempar?”
Dengan mengeksplorasi hal-hal yang ada disekitarnya inilah otak anak akan berkembang. Dengan bermain mereka mengembangkan imajinasi, skill, kemandirian, kreativitas, dan kemampuan bersosialisasi. Disini mereka akan belajar berbagi mainan dengan teman dan saudaranya, belajar mengucapkan kata ‘maaf’ dan ‘terima kasih’.
Pada saat ini, bermain adalah pekerjaan anak, dan membereskan sisa permainan menjadi pekerjaan kita sebagai orang tua :)